Dari sekian banyak buku
yang berada di daftar pilihan buku yang dapat diresensi untuk lomba menulis
resensi Indiva, saya langsung tertarik dengan I Love View karena keterangan di
sampingnya yang berbeda dari yang lain. Young adult.
Ternyata novel ini diikutkan
dalam kompetisi menulis Indiva tahun 2020 dalam kategori teen, tapi
karena usia tokoh yang melampaui batas maka I Love View mendapat penghargaan special
award.
Hal lain yang menarik
dalam satu kali pandang adalah cover bukunya yang berwarna kuning lembut
berilustrasikan matahari, awan, dan laut. Ada kesan hangat dan lembut yang saya
dapatkan dan makin membuat saya tertarik untuk membacanya.
Sinopsis
“Apa yang kamu cari dari perjalanan ini, Soni?” (halaman 29)
Sonia memilih untuk
melakukan sebuah perjalanan, berpergian ke dua negara tetangga dengan memikul
beban masalah di pundaknya. Perjalanan ini awalnya direncanakan untuk menjadi
penghiburan bagi dirinya sendiri, meninggalkan masalahnya di belakang, dan
berpergian untuk mencari kebahagiaan di negara lain.
Namun, bukan hidup
namanya jika semua berjalan sesuai dengan rencana. Dalam perjalanan ini Sonia
kembali dihadapkan dengan hal-hal yang dia benci, bertemu dengan orang-orang
yang terasa seperti mendesaknya untuk segera menyelesaikan masalah sekalipun
dia masih merasakan sakit akan luka yang timbul, dan berhadapan dengan
subjek-subjek yang kian memperkeruh suasana hatinya.
Perjalanan yang dilakukan
oleh Sonia akhirnya memang tidak berjalan dengan sesuai keinginannya, tapi di
perjalanan ini pula dia menemukan angin segar yang berembus pelan dan
menenangkan hidupnya dari arah yang tidak diduga-duga.
Lantas, di ujung
perjalanan ini, apa yang akan ditemukan oleh Sonia?
Review
Jujur, I Love View merupakan
novel bertemakan traveling yang pertama saya baca. Sebagai anak rumahan,
bagi saya travelling adalah hal asing. Apalagi jika dilakukan sendirian,
sebagaimana yang Sonia sang tokoh utama lakukan, kesannya agak berbahaya.
Namun, membaca I Love View cukup menggugah saya untuk mencari-cari tentang
tempat-tempat wisata yang dijadikan latar di dalam novel ini dan sedikit
merasakan penasaran bagaimana situasi aslinya.
Lagipula, I Love View
tidak hanya menceritakan perjalanan secara fisik, tapi juga secara batin.
Perpaduan dua perjalanan yang disusun dengan apik ini berhasil mengaduk-aduk
perasaan dan rasa penasaran saya.
/yang saya suka/
.Alur.
I Love View menggunakan
alur maju mundur untuk menceritakan keterkaitan antara hal-hal yang memicu
konflik di dalam diri Sonia dan penyebabnya. Eksekusi penggunaan alur maju
mundur ini sangat baik dan tidak membuat bingung sekalipun tidak benar-benar
dijelaskan latar waktu dan tempatnya. Salah satu yang menyebabkan penggunaan
alur ini sangat bagus adalah transisi antara masa lalu dan masa sekarang yang
diatur dengan rapi sehingga membuat cerita terasa utuh dan padu.
.Tokoh.
Dari semua tokoh yang
ada, yang paling aku suka adalah Hilya, dari semua karakter yang
terkesan hanya memperkeruh konflik, Hilya ini terasa seperti sinar matahari.
Tentu dia juga memiliki masalah, tapi sikap, keputusan, dan pembawaannya
menggerakkan cerita ke arah yang lebih baik dan lebih positif lagi. Kemunculan
karakter Hilya benar-benar memberi angin segar kepada suasana cerita.
Dan yang paling enggak
saya suka adalah duet kombo Sadrina dan Radin. Walaupun di akhir saya memahami
keputusan mereka berdua, Radin secara khusus, tetap saja menurut saya
tindakan-tindakan mendesak yang mereka lakukan benar-benar membakar hati saya.
.Latar.
Siapa yang suka jalan-jalan?
Rasanya novel ini juga bisa beralih fungsi menjadi guide book untuk
perjalanan karena detailnya yang sempurna. Padahal menurut pengakuan Azzura
Dayana, penulis dari I Love View, sebagian besar tempat-tempat yang dijadikan
latar, khususnya Singapura, belum pernah penulis kunjungi sebelumnya. Dari
keseluruhan tempat yang disebutkan di dalam novel ini, tempat-tempat yang
berhasil membuat saya penasaran dan ingin mencoba untuk berkunjung ke sana
adalah wetland park dan woodland waterfront. Dua latar yang kelak menjadi
menjadi kunci penting dalam hidup Sonia. Walaupun sejujurnya dari deskripsi
yang ada saya lebih penasaran dengan wetland park.
“Ya. Asal kamu tahan aja menjelajahinya. Taman Wetlands sangat luas. Bentuknya memanjang, dan hampir di semua sisinya dikelilingi danau-danau. Wetlands ada di tengah rangkaian danau-danau itu.” (halaman 138)
“Banyak padang-padang hijau di sini, hutan-hutan kecil, termasuk hutan bambu; rawa, lengkap dengan kekayaan faunanya. Lalu ada pula trails, gazebo-gazebo peristirahatan, dan menara gardu pandang juga.” (halaman 139)
Yang membuat saya suka
adalah latar tempat yang digambarkan dengan rinci, tapi tidak membuat cerita
melebar dan salah fokus. Rasanya latar tempat dan suasana berhasil melebur di
dalam cerita dan menghidupkan sebagai satu kesatuan, bukan hanya sekedar
tempelan pelengkap kebutuhan tema travelling yang diangkat.
.Amanat.
Deep banget! Banyak banget quotes
yang bisa dikutip dari novel ini. Bagaimana penulis mengutarakan amanat juga
halus sehingga tidak menimbulkan kesan menggurui dan membuat saya berkali-kali
terdiam untuk merenung.
“Coba temui saja mereka semua. Kalau pun kamu belum bisa memaafkan sekarang, kamu bisa memberitahukan bahwa kamu akan memaafkan mereka pelan-pelan secara bertahap. Terkadang ada hal-hal baik yang terhalang jalannya karena kita menutup pintu-pintu lainnya. Pintu maaf. Pintu silaturahmi. Jangan sampai jalan itu terlalu lama menunggumu. Kalau terlalu lama, jalan itu akan tertutup belukar, semakin menyemak, dan tak beraturan. Nanti saat gerbang ke sana terbuka, kamu harus susah payah menyingkirkan segala rintangan terlebih dahulu untuk berjalan di sana…” (halaman 146)
.Konflik, Eksekusi, dan Ending.
Saya sangat suka dengan
pemilihan sumber masalah dalam novel ini. Bersumber dari hal-hal yang berkaitan
dengan kecantikan dan perasaan insecure, cerita berkembang menjadi lebih
kompleks dengan bumbu-bumbu konflik lainnya. Penulis berhasil mengeksekusi dengan
baik bagaimana konflik-konflik yang dipilih berkaitan satu sama lain, tumpang
tindih hingga berhasil mengaduk-aduk perasaan.
Lalu di waktu yang tepat,
pelan-pelan semua konflik itu terurai, ada kenyataan-kenyataan baru yang
dimunculkan membuat saya merespon “oh ternyata”, dan bagaimana tokoh utama
memilih untuk mendengarkan sudut pandang baru serta mencoba untuk benar-benar
menyelesaikan masalahnya.
Untuk endingnya,
sejujurnya saat sudah mendekati detik-detik terakhir saya sudah deg-deg enggak
jelas. Kurang lebih apa yang akan terjadi saya bisa menebaknya, tapi ada
pemikiran-pemikiran “tapi kan…” yang menghantui saya. Bahkan di satu waktu saya
sempat takut akan kecewa dengan akhirnya, tapi ternyata ending yang
diberikan oleh penulis benar-benar memenuhi ekspektasi saya.
.Teknis Penulisan.
Secara teknis penulisan
saya suka sekali dengan ketepatan penebaran variabel-variabel tidak utuh yang
menjadi kunci dari masalah-masalah yang dimiliki Sonia. Hal ini juga yang
menjadikan I Love View sebagai salah satu novel yang page turner bagi
saya, di setiap halamannya kita akan menemukan satu kunci, satu langkah, hingga
akhirnya benar-benar terlihat secara utuh apa masalah yang dimiliki oleh Sonia
di waktu yang tepat.
.Layout Buku.
Sebagian besar separuh
cerita awal ini didominasi oleh chat-chat Sonia dengan tokoh lainnya dan
tata letak chat yang diilustrasikan dengan balon-balon percakapan
membantu saya untuk memahami siapa yang mengirim chat dan kepada siapa
Sonia membalas chatnya. Nyaman
sekali membacanya.
![]() |
| tampilan balon percakapan |
.Judul.
Awalnya saya pikir judul
I Love View hanya judul biasa, tapi setelah selesai membaca novelnya saya
tersadar akan keterkaitan antara judul dan isi cerita. I Love View ternyata
tidak sesederhana itu. Pertama adalah dalam pengucapannya, setelah membaca saya
baru menyadari adanya kedekatan antara pengucapan view dan you.
Waktu membaca bagian tersebut saya sampai berhenti dan mencoba mengucapkannya
berkali-kali untuk klarifikasi.
Kedua, makna view
yang banyak sekali. Baik pemaknaan pribadi oleh para tokoh, maupun dalam arti
sesungguhnya. Siapa yang menyangka, ternyata tiga kata ini sangat cocok dengan
keseluruhan cerita. Sangat menarik.
/yang saya dapatkan/
Dari novel I Love View
saya belajar, tidak ada salahnya mundur dari medan konflik, menghindar
sementara untuk mendinginkan kepala, mencari bantuan, asalkan kita mau kembali
bersikap dewasa, mengambil langkah awal dengan berani membuat keputusan untuk
menyelesaikan masalah.
Tidak ada salahnya tidak
langsung memaafkan orang lain. Kadang kita memang perlu egois untuk meminta
jarak agar dapat berproses menjadi lebih baik dan tidak sekedar memaafkan di
bibir. Karena proses memaafkan bukan demi orang lain, tapi demi diri sendiri.
Bahwa cinta memang
rumit. Seringkali tidak ada pihak yang
salah, tapi justru hal itulah yang membuatnya terasa lebih menyakitkan. Karena
tidak ada yang salah, tidak ada yang bisa disalahkan, dan satu-satunya jalan
adalah percaya kepada takdir bahwa inilah yang terbaik.
Bahwa masalah memang
tidak bisa dipahami jika hanya melihat dari satu sudut pandang dan asumsi
liar tanpa klarifikasi. Ada kalanya memang kita harus mencoba untuk memahami
dari sudut pandang lain, sekalipun itu menyakitkan.
Pada Akhirnya…
Novel ini berhasil
menggugah hati saya dan mengajarkan kepada saya banyak hal. Tentang cinta,
tentang memaafkan, tentang menghadapi masalah, tentang keikhlasan, dan banyak
lagi. Saking terhanyutnya saya terhadap cerita yang dituturkan sering kali saya
merasa perih dan kesal serta lega dan damai saat membacanya. Selain menggugah,
novel ini juga berhasil mengaduk-aduk perasaan serta emosi saya.
Dengan kompleksitas
masalah yang ada wajar rasanya jika dikategorikan sebagai Young Adult.
Pas banget buat dibaca teman-teman yang mencari cerita romansa dengan tingkat
kerumitan satu tingkat di atas teen dan satu tingkat di bawah
cerita-cerita untuk dewasa serta bumbu masalah yang terasa dekat dengan
kehidupan sehari-hari.
Identitas Buku
Judul : I Love View
ISBN : 978-623-253-027-0
Penulis : Azzura Dayana
Peresensi : sho pim
Penyunting Bahasa : Ayu
Wulan
Penyelaras Akhir :
Noviandhi
Desain Isi : Rudy
Setiawan
Desain Sampul : Andhi
Rasydan
Penerbit : Penerbit
Indiva Media Kreasi
Halaman : 232 halaman (13
x 19 cm)
Harga : Rp65.000




0 komentar
Posting Komentar